Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Indonesian Economic Intelligence

Sunarsip, periset dari Indonesian Economic Intelligence, menilai munculnya mafia pajak lebih disebabkan karena adanya upaya penghindaran pajak (tax avoidance) dibandingkan dengan penggelapan pajak. Kalau penggelapan pajak, rasanya terlalu konyol karena terlalu terbuka, mudah ketahuan.

"Kasus-kasus pajak sebagian besar karena alasan tax avoidance. Kalau penggelapan pajak, rasanya terlalu konyol karena terlalu terbuka, mudah ketahuan," tutur Sunarsip dalam diskusi "Pembajak Pajak" di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (3/3/2012).

Ia menjelaskan, pengusaha biasanya memiliki hitungan tentang besaran setoran pajaknya dengan merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, angka yang diperoleh kerap kali berbeda dengan hitungan Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini lantas memunculkan sengketa untuk diselesaikan di pengadilan pajak.

"Untuk bisa memenangkan sengketa atau untuk menghindari sengketa, wajib pajak akhirnya banyak memilih bermain dengan aparat pajak yang nakal," tutur alumnus STAN itu.

Kerja sama inilah, kata Sunarsip, yang sering kali disebut mafia pajak. Hal ini berbeda dengan penggelapan pajak, yaitu wajib pajak yang dengan sengaja menutupi pendapatan atau asetnya untuk menghindari pembayaran pajak. Atas dasar itu, ia beranggapan, reformasi pajak yang sudah dilaksanakan sejak 2004 tidak bisa dikatakan gagal.

"Namun, harus lebih difokuskan upaya untuk mengidentifikasi titik-titik rawan yang ada saat ini. Kemudian, penegakan hukum atas pelanggaran harus jelas. Jadi, ada punishment dan reward," ungkap Sunarsip.